Timbangan Si Petani



Seorang petani secara rutin menjual satu kilo gandum kepada seorang pembuat roti. Pembuat roti itu tidak pernah memeriksa timbangan dari gandum yang dibelinya. Tapi suatu hari, dia penasaran dan menimbang gandum itu. Pembuat roti itu ingin mengetahui apakah timbangan yang diberikan oleh petani tepat. Betapa kagetnya si pembuat roti itu ketika mendapati timbangannya tidak genap satu kilogram.


Karena merasa ditipu dan marah, si pembuat roti melaporkan petani dan menuntutnya di pengadilan. Dalam persidangan, hakim menanyakan timbangan apa yang yang digunakan petani untuk meningbang gandum yang dijualnya kepada pembuat roti.


Petani itu menjawab “Yang mulia, saya seorang yang primitif, saya tidak punya alat untuk mengukur beratnya, tapi saya punya pengukurnya.”


Hakim itu bertanya lagi pada si petani “Lalu bagaimana kamu mengukur berat gandum itu?”


Si petani itu lalu menjelaskan pada hakim “Yang mulia, sudah lama sebelum pembuat roti itu membeli gandum padaku, aku biasa membeli sekilo roti darinya. Setiap kali aku membeli roti darinya, aku selalu mengukur beratnya, dan aku pun memberikan ukuran yang sama dengan sekilo roti itu pada sekilo gandum yang kujual. Aku menimbangnya sesuai ukuran pembuat roti. Kalau beratnya tidak sampai satu kilo, itu artinya si pembuat rotilah yang salah.”





Apa yang telah kita berikan pada orang lain seringkali akan menjadi apa yang kita dapatkan. Kapanpun kita melakukan sesuatu, tanyakan pada diri sendiri, apakah kita sudah memberikan hal yang baik dan adil? Kejujuran dan kebohongan bisa menjadi sebuah kebiasaan. Beberapa orang belajar kebohongan sehingga bisa berbohong dengan ekspresi tanpa dosa. Yang lain lagi berbohong terlalu banyak sampai dia lagi mengenali kebenaran. Lalu siapa yang menentukannya? Diri kita sendiri.

Related Post

Next
Previous