Terkadang, Bisa Jadi Sengsara Membawa Nikmat
Sengsara membawa nikmat? Kog bisa
ya? Bukannya hanya sebuah judul novel sastra yang populer di tahun 80 – an? Ya,
sengsara membawa nikmat memang judul dari sebuah novel kenamaan di Indonesia.
Tapi, bukan berarti makna dari judul novel itu tak bisa terjadi di dunia nyata
khan.
Hal ini sudah dibuktikan loh,
oleh seorang peraih piala Oscar ‘Marlon Brando’, yang berhasil menyabet
penghargaan sebagai pemeran utama terbaik. Marlon Brando dikenal sebagai
seorang bintang Hollywood yang diakui memiliki kemampuan akting yang begitu
hebat loh.
Terus gimana cerita ya? Apa
kehebatan akting Marlon Brando berasal dari kesengsaraan? Bagi yang belum tahu,
kisah hidup Marlon Brando, merapatnya. Simak kisah inspirasi dari Marlon Brando
berikut ini.

Kehidupan Masa Kecil yang Penuh Kesengsaraan
Marlon Brando memiliki seorang
ibu dengan hobi mabuk – mabukan. Ibunya sepertinya memang sudah merupakan
pecandu minuman keras kelas berat. Jadi, saking sibuknya ia menikmati rasa
candunya terhadap minuman keras ini, ia pun tak sempat mengurus anak – anaknya
di rumah, termasuk Marlon Brando yang kala itu masih begitu belia.
Ia menyibukkan diri di bar – bar
dan tempat minum lain yang ada di kota tempat tinggalnya. Hampir setiap minggu,
bisa dipastikan ada hari – hari dimana ia menghilang karena sibuk entah di
tempat minum yang mana.
Kakak perempuan Marlo Brandon lah
yang akhirnya juga ikut sibuk mengurus ibu nya. Ia terpaksa harus sering keluar
masuk bar dan menjemput ibunya yang mabuk berat. Dengan semua kerjaan itu, mana
ada bagian dari keluarga Maron yang bisa memperhatikannya dan memberikannya
kasih sayang.
Bahkan, ayah Marlon pun setali
tiga uang dengan ibunya. Ayahnya bekerja sebagai seorang sales produk pertanian.
Di sela – sela waktu luangnya bekerja, alih – alih memilih mengurus anak – anak
dan istrinya, ia malah memilih untuk menenggak minuman keras dan mabuk. Ya,
sama seperti ibunya.
Parahnya lagi, kebiasaan buruk
ayah Marlon tak hanya pada minuman keras saja. Ia pun hobi untuk menjatuhkan
mental Marlon, anaknya sendiri. Hampir setiap waktu ia mencemooh Marlon dan
mengoloknya sebagai anak yang bodoh dan tak bisa berbuat apa pun dengan benar.
Anak sekecil itu, dihujani dengan
rentetan cemoohan sekaligus kondisi keluarga yang amburadul? Tentu saja
hasilnya sangat memprihatinkan. Ia jadi benar – benar bodoh hingga nilai –
nilai di sekolahnya pun buruk.
Lantaran prestasinya terus
menurun, suatu ketika kepala sekolah Marlon pun memanggil orang tua Marlon untuk
menghadapnya. Bukannya berkata menyesal atau berusaha membantu anaknya, ayah
Marlon justru semakin merendahkan Marlon.
Parahnya lagi, tabiat si kepala
sekolah ini ternyata sama dengan ayah Marlon yang juga ikut merendahkan Marlon.
Marlon pun semakin merasa teraniaya.
Kepala sekolahnya meneriaki
Marlon dengan kasar ‘Bodoh kau Marlon!’
‘Kamu tidak bisa apa – apa! Kamu
tak akan pernah bisa berhasil! Kamu hanya bisa menjadi gelandangan! Dan kata –
kata buruk seperti inilah yang ditimpali ayahnya.
Memutuskan untuk Berhenti Sekolah
Tak tahan dengan semua nelangsa
yang dihadapi di rumah mau pun di sekolah, Marlon pun memilih untuk berhenti
sekolah. Ia benar – benar tak mau melanjutkan sekolahnya. Toh, ayahnya sendiri
yang telah menyumpahinya menjadi orang yang bodoh dan akan menjadi gelandangan.
Suatu ketika, Marlon berjalan –
jalan di pusat kota New York. Marlon lalu terpikat ketika melihat sekolah
akting disana. Pikirnya, ia mungkin bisa mengisi waktu, sekaligus mungkin
mengadu nasib di sekolah akting itu. Dan ia pun mendaftarkan diri disana.
Belajar Menguras Emosi di Sekolah Akting
Marlon belajar dengan tekun di
sekolah aktingnya. Salah satu pelajaran penting di sekolah akting yang ia
dapatkan adalah mengolah emosi. Untuk menjadi seorang aktor, ia perlu pandai –
pandai dalam mengeluarkan emosinya sehingga karakter yang diperankan bisa lebih
kuat.
Metode yang diajarkan untuk
mengolah emosi salah satunya adalah dengan cara mengeluarkan kembali emosi –
emosinya di masa lalu, yang pernah ia alami sendiri. Dengan metode ini,
tangisan, kegalauan, kemarahan, kegembiraan, dan semua bentuk emosi lain pun
bisa muncul dengan lebih natural.
Ya, tentu saja dengan semua
‘kesengsaraan’ yang pernah dinikmati oleh Marlon selama ini, adalah bukan hal
sulit untuk mencari kembali emosi tadi dan mengeluarkannya. Sama sekali bukan
masalah besar bagi Marlon untuk mengolah dan meluapkan emosinya dengan cara
yang paling natural.
Menjadi Aktor yang Handal
Kemampuan Marlon dalam mengolah
emosi secara menakjubkan sangat mendukungnya dalam memainkan peran sebagai
aktor. Karirnya pun mulai tampak cemerlang sebagai seorang aktor handal.
Ia mampu berperan dengan apik
dalam deretan filmnya. Bahkan, filmnya berjudul Julius Caesar dan The
Godfather sempat mengantarkan dirinya meraih penghargaan Oscar yang
bergengsi.
Hmm, bukankah ini bukti yang
cukup untuk menunjukkan bahwa sengsara bisa membawa nikmat?